Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2022

Terima Kasih

Gambar
Harapan itu dapat membawa kesenangan sekaligus kesedihan. Namun akan selalu dibutuhkan untuk tetap bertahan hidup. Seperti saat itu, ketika matahari bersinar dengan terangnya seolah sedang merasa bahagia. Aku berjalan diiringi dengan senandung lagu yang sejujurnya tak memiliki judul. Aku berjalan di koridor itu, melewati beberapa perawat dan pasien, menuju kamar teman sahabatku berada. Setelah mengetuk dua kali, aku membuka pintu dan mendapatinya sedang duduk santai di atas ranjang, “Hai, coba tebak aku bawa apa,” sembari menahan tawa aku menatap wajahnya yang sedang berpikir.” Hening. Rasa tertawaku telah hilang, tergantikan oleh kesal karena ia tak kunjung menjawab, “Jangan berpikir terlalu lama, jawab saja.” Berbanding terbalik dengan raut wajahku yang kelas, gadis berpotongan rambut cepak itu mengeluarkan suara tawanya, “Hahaha…suara kau saat marah sangat lucu, aku tak bosan mendengarnya.” Rasanya memang sulit untuk mempertahankan kekesalanku ketika melihat wajahnya yang ceria, “Te

Memilih Jalannya

Gambar
Sejauh yang dapat kuingat, kedua orang tuaku selalu berusaha memberikan kasih sayangnya dan menginginkan yang terbaik untukku. Tentu saja rasanya menyenangkan, mendapat perhatian yang membuat diri terasa hangat oleh kasih sayang, dapat saling berkomunikasi hingga tertawa, atau sekadar berkumpul bersama di ruang keluarga. Memang diriku saja yang tak tahu diri, sering sekali menyia-nyiakan hal berharga. Tak jarang aku menjadi anak nakal, tak mendengarkan perkataan ayah, menolak saat ibu meminta tolong. Lebih mengejutkannya lagi, aku dapat menaikkan nada suaraku kepada mereka. Tentu saja tak lama setelah itu rasa bersalah akan menyerang tanpa ampun. Aku menyadari semua itu, bahwa tindakanku tidaklah benar. Namun, terkadang tubuh bergerak lebih cepat dari pikiran, membuatku kesusahan untuk mengontrolnya. Entah sudah berapa kali aku beradu mulut dengan keduanya, tetapi setelah kejadian itu mereka akan kembali memaafkanku, mereka masih menyayangiku seolah kasih sayang itu tak memiliki batasa

Dasar Gemini!

Gambar
“Ah! Dasar gemini!” Aku menoleh ketika mendengar zodiakku disebut, hanya untuk mendapati temanku berwajah masam kepada ponselnya. Aku hanya memandangnya dengan kebingungan, “Ada apa?” Dengan cepat ia membalas tatapanku, alisnya tertekuk ke tengah, entah hanya imajinasiku atau tidak, wajahnya pun terlihat merah padam. Aku tak berbicara lagi, hanya saling tatap, entah apa yang sedang berada dipikirannya. Ku yakin pikirannya saat ini sangat kacau jika menilai dari raut wajahnya. Dengan sekali tarikan napas panjang, ia akhirnya mengendurkan raut wajahnya, terlihat lebih tenang walaupun masih terasa percikan amarah. “Kau ingat tentang pacarku?” Aku terdiam sejenak sembari memiringkan kepala, berusaha mencari ingatan tentang pacar yang disebutnya itu, ah, wanita yang baru beberapa hari lalu ia tembak. Aku berniat hanya membalasnya dengan anggukan saja sebelum akhirnya aku memutuskan untuk bersikap lebih aktif, “Ya, aku ingat, ada apa dengannya?” “Ada teman yang memberitahu bahwa ia sedang ja

Kau Sudah Punya Satu

Gambar
“Aku bermimpi.” “Mimpi tentang apa?” “Tentang diriku yang lain.” “Dirimu yang lain? Mau kau ceritakan?” “Aku menjadi diriku yang lain, ceria, lebih berani, senang berinteraksi dengan orang lain, menjadi seseorang yang populer.” “Apakah kau senang di mimpi itu?” “Ya, sangat. Aku menikmatinya, menjadi pusat perhatian tanpa perlu memikirkan tangan yang gemetar atau detak jantung yang tak beraturan. Rasanya menyenangkan dan spesial.” “Kau yang berada di depanku pun terlihat menyenangkan dan spesial.” “Kau tak perlu berusaha menyenangkanku.” “Aku tidak sedang menyenangkan siapa pun. Hanya berkata apa yang menurutku perlu ku katakan.” “…Terima kasih, tetapi rasanya aku tak seperti diriku yang berada di dalam pikiranmu.” “Bagaimana kau yakin?” “Aku seseorang yang membosankan, tak banyak bicara, pemalu, selalu berpikir berlebihan, mencemaskan segala hal, egois, rasanya tak akan ada habisnya aku menyebutkan semua kekuranganku. Aku yakin saat ini pun kau bosan mendengar keluhanku.” “Kau salah.”

Ruang

Gambar
Aku sempat berpikir bahwa terkadang hubungan itu seperti ruangan. Ruangan yang hanya dapat dimasuki oleh dua pemilik hubungan itu. Ruangan yang akan menyimpan segala memori dan kenangan. Mungkin pada awalnya hanya ruangan kecil.   Lalu, seiring dengan bertambahnya kenangan, ruangan itu bertambah besar. Terus membesar hingga akhirnya menjadi rumah. Apa mungkin karena itu... Banyak orang yang berpendapat bahwa rumah tak selalu tentang tempat, tetapi bisa juga tentang seseorang?   Akan ada kalanya seseorang datang dan pergi ke ruangan tersebut. Datang saat sedang bersama orang itu. Sekadar untuk menambah kenangan baru. Dan pergi saat sedang tak bersamanya. Pergi ke dalam ruangan lainnya.   Mungkin akan ada saatnya, dimana tak ada kenangan baru yang dapat ditambahkan. Salah seorang pemilik telah pergi. Meninggalkan yang lainnya. Entah pergi tanpa niat untuk kembali. Atau mungkin sedang menunggu seseorang memanggilnya untuk kembali. Yang manapun itu

Taman Bunga

Gambar
Sejak kecil apa pun permintaanku akan selalu terpenuhi, apa pun itu. Mulai dari barang mahal hingga perhatian semua orang yang ada disekitarku. Seperti ketika aku ingin bermain, maka akan selalu ada seseorang yang menemaniku bermain. Jika aku ingin sebuah mainan, barang itu akan ada di samping tempat tidurku keesokan paginya. Atau ketika aku pergi ke pusat perbelanjaan, entah sekadar membeli kosmetik atau membeli pakaian bermerek atau mungkin perhiasan, aku hanya perlu mengambilnya tanpa perlu melihat harga. Bahkan sepertinya jika aku menginginkan seseorang, mereka akan dengan senang hati menyetujuinya. Rasanya biasa saja, tak menyenangkan, tetapi tidak menyedihkan pula. Aku selalu menganggap bahwa semua itu adalah hal yang wajar, bahwa itu adalah hal yang sudah sepantasnya aku terima. Hingga suatu itu aku yang sedang mengistirahatkan mata setelah selama berjam-jam melihat-lihat majalah fashion mengarahkan atensiku kepada seorang gadis. Pakaian sederhana gadis itu cocok dengan wa

Bunga Tulip Merah

Gambar
“Papa, kalo ini apa?” Aku menatap ke arahnya dengan sabar, lahan cokelat yang sudah ditumbuhi batang itu tampak luas dibandingkan tubuh mungilnya. “Itu nantinya akan jadi bunga tulip merah,” dia hanya ber-oh-ria sembari melihat batang tersebut dengan serius seolah benda tersebut adalah objek penelitian. Seakan sudah puas meneliti, dia meninggalkan area bunga dan berlari mengelilingi taman dengan pandangan kesana-sini. Kurasa dia mencari hal lain yang menarik perhatiannya. Sungguh, anak yang penuh rasa ingin tahu. Sering sekali ia bertanya ini itu. Aku kembali berkutat di depan laptopku sembari sesekali menatapnya sekadar memastikan dia aman. Tak butuh waktu lama, untuknya kembali menghampiri dan memperhatikan layar yang berisi berbagai data pekerjaanku. “Papa kerja? Ga bisa main bareng?” Aku hanya tersenyum, mengelus puncak kepalanya yang dipenuhi oleh rambut ikal berwarna cokelat yang indah. Perlahan tubuhku mengubah posisi agar dapat berhadapan dengannya, menatap netra yang juga berw

Jika Saja Dapat Diubah

Gambar
Hari ini adalah ulang tahunku, diluar hujan terus turun tanpa bosan dan menghantam apa pun yang dapat mereka kenai, hingga aku berpikir ada dendam apa langit kepada tanah? Apa pun itu aku tak memiliki hak untuk ikut campur.  Aku pun mengalihkan pandangan dari jendela kamar. Disinilah aku, berlindung di dalam ruang studio apartemen yang telah kutinggali sejak beberapa tahun lalu, tak ada perayaan atau makanan yang kusiapkan di hari (yang menurut orang-orang) spesial ini. Aku hanya merayakannya dengan diriku sendiri. Seolah tak peduli dengan hari kelahiran, pikiranku menolak untuk mengungkit ingatan menyenangkan dan malah membuka lebar pintu ingatan yang sebenarnya hanya dapat membuatku tersenyum pahit. Pintu itu memiliki label “penyesalan” yang tertulis dengan jelas, rasanya diri ini ingin terus mengingat kebodohan yang telah ku buat. Padahal dalam hidup tentu saja akan ada penyesalan bukan? Saat sesuatu tak berjalan sesuai keinginan. Saat hal yang seharusnya dapat dilakukan, tetapi tak

Pilihan

Gambar
“Mari bermain.” “Ayo, mau bermain apa?” “Aku akan berikan dua pilihan, kau pilih salah satunya.” “Ah, baiklah.” “Okay. Di antara kucing atau anjing?” “Kucing.” “Oh, kau lebih suka kucing?” “Ya, aku sempat berpikir untuk memelihara kucing.” “Pertanyaan selanjutnya. Kopi atau teh?” “Teh.” “Kau jarang minum kopi?” “Jarang dan hampir tidak pernah akhir-akhir ini.” “Selanjutnya, tempat yang ramai atau tenang?” “Tenang.” “Kenapa?” “Karena aku tak begitu bisa berlama-lama di suasana yang ramai.” “Pantai atau gunung?” “Gunung.” “Sekarang pilihan tentang orang idamanmu ya.” “Baiklah.” “Kau harus menjawab dengan jujur.” “Iya.” “Berambut pendek atau panjang?” “Panjang.” “Yang lebih tinggi atau pendek darimu?” “Pendek.” “Celana atau rok?” “Rok.” “Ceria atau pemalu?” “Pemalu.” “…jujur atau bohong?” “Di antaranya.” “Katakan saja. Apakah semua jawabanmu itu jujur?” “Tidak semua.” “Kenapa?” “Karena jika aku memilih sesuatu yang sesuai denganmu, kau akan berharap.” “Aku tak boleh berharap?” “Lebih baik

Ketika Malam Tiba

Gambar
Aku sangat menyukai malam hari. Langit gelap yang dipenuhi dengan cahaya bintang dan bulan yang juga bersinar dengan indahnya. Suasana terkadang sangat tenang, tetapi dapat pula sangat meriah. Tergantung dimana kau berada pada saat itu. Namun yang terpenting adalah adanya keberadaan dia. Lelaki yang berhasil memenangkan hati ini, yang berhasil melewati segala rintangan yang dibuat oleh diri ini dan sampai dengan janji untuk menjaga. Aku senang melihat senyummya, tawanya, sifatnya, semuanya. Bahkan dia hanya diam pun berhasil membuatku berdegup dengan kencang. Rasanya jantungku tak bisa berfungsi dengan benar jika dia terus berada di dalam jarak pandangku. Kami terkadang hanya berdiam diri di dalam rumah, menikmati acara televisi atau menonton film yang selalui ingin ku tonton. Atau terkadang kami pergi keluar, entah berjalan santai sembari menikmati angin malam yang dingin, bisa juga kami pergi ke daerah ramai, seolah tak ada kata malam disana. Apa pun itu, kami selalu memasti

Melupakan

Gambar
“Masih ada hal penting yang ingin kubahas.” “Masih ada? Apa lagi?” “Entah kau merasa atau tidak, tetapi kau mulai egois.” “Egois? Apa maksudmu? Aku tak mengerti.” “Lupakan sajalah, percuma jika kau tak merasa.” “Nah, sekarang malah kau yang berhenti di tengah-tengah.” “Untuk apa dibahas jika kau saja tak akan mengerti.” “Gimana caranya aku mengerti jika kau saja tak mau bahas.” “Paling-paling hanya masuk telinga kanan keluar telinga kiri.” “Istilah itu. Bukankah lebih cocok untukmu?” “Apa maksudmu? Aku yang salah disini? Padahal aku berusaha menyelesaikan masalah kita.” “Namun sedari tadi yang kau lakukan tidak menyelesaikan apa pun.” “Kau yang membuat semuanya menjadi rumit.” “Ga akan jadi rumit kalau sejak awal kau langsung jelaskan.” “Ah, sudahlah kita langsung ke intinya saja.” “Aku juga ingin langsung saja. Mari kita selesaikan perdebatan ini.” “Nah, baiklah. Aku ingin kita berpisah. Selamat tinggal.” “Tunggu—“ Aku mencoba menahannya ketika ia a

Kompetisi

Gambar
Aku selalu berkompetisi dengan seseorang, selama hidup tak pernah aku menjadi juara melawannya. Salah satu contohnya adalah ketika masa ujian datang, aku berjuang keras untuk memahami materi, bahkan hingga mengorbankan waktu tidur, lupa untuk memenuhi asupan nutrisi, sekadar minum pun terkadang lupa akibat keinginanku untuk melampauinya. Ketika ujian itu datang, aku berusaha berkonsentrasi. Mengenyahkan orang yang selalu menjadi juara itu dari otakku, soal demi soal aku kerjakan seteliti mungkin, setelah selesai pun aku berulang kali mengeceknya takut-takut ada soal yang menjebak atau kujawab dengan keliru.  Hingga akhirnya bel berbunyi, aku baru memiliki keinginan untuk mengumpulkannya, aku berharap sekaligus percaya diri dapat menjadi juara. Hasil pun keluar, aku melihat nilai dengan mata terbuka lebar. Rasanya seperti ada batu yang jatuh menimpaku dengan keras, rasanya sakit dan tak percaya. Lagi-lagi aku kalah darinya. Lagi-lagi dia keluar menjadi pemenang. Mengalahkanku. Aku hanya

Siapa yang Kau Rindukan?

Gambar
Warning: broken home, self blaming “Kau pernah merindukan seseorang?” “Pernah. Kau sedang merindukan seseorang?” “Ya, banyak.” “Siapa saja yang kau rindukan?” “Aku merindukan ayahku.” “Dia pergi?” “Ya, dia pergi karena aku adalah anak nakal.” “Memangnya apa yang kau lakukan?” “Aku memberitahu ibu bahwa ayah sering menginap di hotel bersama teman wanitanya.” “...” “Aku juga merindukan ibuku.” “Kenapa dia pergi?” “Karena aku menjadi anak tak tahu diuntung.” “Apa yang kau lakukan?” “Aku meminta uang.” “Untuk?” “Mengisi perut, sepertinya ibu lupa memeriksa dapur sebelum pergi selama berhari-hari.” “...” “Aku juga merindukan teman-temanku.” “Karena kau melakukan kesalahan lagi?” “Ya, aku egois. Aku menolak saat mereka ingin meminjam uang dan memakai barangku.” “Apakah mereka akan mengembalikannya?” “Mereka adalah temanku, kenapa aku harus perhitungan?” “...Mereka semua telah pergi?” “Ya, mereka semua pergi karena aku yang tak berharga ini.”

Ku Harap Kau Pulang

Gambar
Aku telah kehilangan seseorang yang selama ini kukira tak berharga. Telah kucari dia kemana-mana, mulai dari tempat teramai di dunia dimana seseorang bisa saja tak menyadari telah berpapasan dengan orang yang sangat dikenalnya hingga ke tempat yang sangat sunyi dimana suara detak jantung pun akan terdengar dengan jelas. Aku telah mencari kemana-mana dan gagal menemukannya, maka dari itu aku membuat surat terbuka ini dengan harapan dia membacanya dari suatu tempat dan memiliki keinginan untuk kembali, kuharap pula ia mau memaafkan diri ini, kembali berada di sisi dan memaklumi segala kebodohan yang telah dan akan kubuat. Apakah seharusnya aku mengatakan ini adalah surat di awal? Jika iya, bahkan menulis surat saja aku telah melakukan kesalahan. Namun, kuharap kau tahu bahwa aku tidaklah sempurna, aku sama seperti manusia lainnya yang juga sering melakukan kesalahan, aku sangat menyadari kesalahanku dan bermaksud untuk meminta maaf. Tak bisakah aku diberi kesempatan untuk memperlak

Hari Kasih Sayang

Gambar
Tanggal 14 Februari adalah hari valentine, hari dimana seseorang merayakan kasih sayang. Tak hanya kepada pasangan, bisa juga dari orang tua ke anak, atau bahkan ke sesama teman.  Aku yang bodoh untuk mengungkapkan kasih sayang dan mulutku yang tak bisa diandalkan karena tak bisa mengeluarkan suara merasa hari tersebut adalah hari yang sangat tepat untuk menunjukkan kasih sayangku. Maka dari itu sehari sebelumnya aku membuat berbagai macam jenis cokelat untuk kubagikan, mulai dari cokelat batangan biasa hingga cokelat yang sudah ku kreasi sedemikian rupa. Aku bahkan membungkusnya dengan berbagai bentuk, dari yang terkesan biasa saja hingga sangat imut sampai aku sendiri merasa sayang untuk membuka dan memakan isinya. Semua persiapan telah selesai, aku memandang semua karyaku dengan puas karena telah mengerahkan segala kemampuan. Pada hari yang ditunggu aku berkeliling menemui berbagai macam orang, mereka menerimanya dengan ekspresi yang kusuka, ada yang terkejut, tersenyum, tertaw

Kehidupan

Gambar
Hidupku bisa dibilang tak selalu menyenangkan. Memang ada kalanya ketika aku mengeong mereka akan memberikanku makan. Tentu saja tak selalu makanan yang biasa dimakan oleh kawan-kawanku yang telah memiliki tuan, makanan yang rasanya sangat enak itu, terkadang hanya sisa-sisa makanan yang dapat mereka berikan, tetapi aku tetap tahu sopan santun dan berterima kasih kepada mereka yang berbaik hati membagikan makanannya kepada kucing jalanan sepertiku. Namun, seperti yang aku bilang tadi, hidupku bisa dibilang tak selalu menyenangkan. Seperti saat aku mengeong pada seorang lelaki yang sedang memajang daging-daging yang terlihat lezat, dia malah menyiramku dengan seember air, untung saja aku yang gesit ini dapat segera menghindar dan pergi.  Atau dilain waktu ketika aku menghampiri seorang wanita tua yang sedang menyapu, dia malah mengacungkan sapunya sembari sesekali berusaha mendaratkan sapu tersebut ke punggungku. Sekali lagi aku yang gesit ini dapat menghindar setiap pukulannya yang mem

Seandainya…

Gambar
Aku mengambil dan menyimpan barang sekenanya, dengan bagian diantara alis yang berkerut disusul helaan napas cepat. Bruk! Aku terus membuat keributan dengan barang-barang disekitarku. Seseorang yang terganggu dengan suara tersebut segera menghampiri dengan raut muka yang tanpa perlu melihatnya pun dapat ditebak tak menyenangkan, "Apa yang sebenarnya kau lakukan? Tak bisakah kamu lakukan dengan lebih tenang?" Tangan dan kakiku terus bergerak, mengambil barang dengan kasar dan menaruhnya sembarang bahkan hingga melemparnya, berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya seolah tak menyadari kehadiran sosok yang telah merawatku sejak berada di dalam kandungannya. Ia terus berada disana, menunggu jawaban yang ia pun tahu tak akan dia dapatkan. Helaan napas masuk ke dalam telinga yang disusul dengan suara barang. "Setidaknya kembalikan lagi ke tempatnya, kau sedang mencari apa? Mama bantu carikan." Sejujurnya tawaran itu sangat menggoda untuk kuterima, tetapi mulut

Domba Berbulu Serigala

Gambar
Tema kali ini adalah pesta, berbicara soal itu mengingatkanku pada suatu cerita lama yang pernah kubuat, cerita pendek yang mungkin masih dapat dimaklumi jika kusebut bertemakan pesta. Maka dari itu aku ingin menceritakan suatu dongeng yang mungkin dapat dinikmati oleh siapa pun yang mau memberikan waktu luangnya pada cerita pendek ini. Di suatu wilayah dekat pinggiran jurang terdapat seekor serigala—bukan, sebenarnya ia hanyalah seekor domba kecil yang memakai mantel berbulu dan topeng serigala. Jika biasanya kita mendengar serigala berbulu domba, kali ini sang domba kecil lah yang memakai topeng serigala. Hari-harinya hanya dipenuhi kebohongan. Namun secara tiba-tiba datang pengembara yang menemui sang domba, bersama dengan sang pengembara si domba lupa akan pahitnya dunia dan tenggelam dalam kebahagiaan. Ia pun perlahan membuka topengnya, kembali menjadi si domba yang naif. Akibat dari rasa senangnya, ia mulai mengundang berbagai makhluk dengan harapan kebahagiaannya akan berta