Siapa yang Kau Rindukan?
Warning: broken home, self blaming
“Kau pernah merindukan
seseorang?”
“Pernah. Kau sedang
merindukan seseorang?”
“Ya, banyak.”
“Siapa saja yang kau
rindukan?”
“Aku merindukan
ayahku.”
“Dia pergi?”
“Ya, dia pergi karena
aku adalah anak nakal.”
“Memangnya apa yang
kau lakukan?”
“Aku memberitahu ibu
bahwa ayah sering menginap di hotel bersama teman wanitanya.”
“...”
“Aku juga merindukan
ibuku.”
“Kenapa dia pergi?”
“Karena aku menjadi
anak tak tahu diuntung.”
“Apa yang kau lakukan?”
“Aku meminta uang.”
“Untuk?”
“Mengisi perut,
sepertinya ibu lupa memeriksa dapur sebelum pergi selama berhari-hari.”
“...”
“Aku juga merindukan
teman-temanku.”
“Karena kau melakukan
kesalahan lagi?”
“Ya, aku egois. Aku
menolak saat mereka ingin meminjam uang dan memakai barangku.”
“Apakah mereka akan mengembalikannya?”
“Mereka adalah
temanku, kenapa aku harus perhitungan?”
“...Mereka semua telah
pergi?”
“Ya, mereka semua
pergi karena aku yang tak berharga ini.”
“Kau tak rindu dengan
seseorang?”
“Siapa?”
“Dirimu sendiri.”
“Aku? Aku ada disini,
untuk apa rindu?”
“Benarkah? Ku kira dia
telah pergi karena selalu disalahkan.”
“...”
Aku memandang wajahnya
yang polos dengan penuh kasih sayang. Ia selalu menyalahkan dirinya. Mata yang
seharusnya menyimpan keindahan langit malam itu kian meredup, bahkan telah
redup seolah awan pekat datang untuk menutupi keindahannya. Aku tersenyum. Ia pun
ikut tersenyum. Senyumnya sangat mirip denganku. Tak lama kami saling memandang
ketika aku sadar harus pergi ke tempat kerja. Aku pun melangkah, pergi dari
depan cermin.
Komentar
Posting Komentar