Kehidupan

Hidupku bisa dibilang tak selalu menyenangkan. Memang ada kalanya ketika aku mengeong mereka akan memberikanku makan. Tentu saja tak selalu makanan yang biasa dimakan oleh kawan-kawanku yang telah memiliki tuan, makanan yang rasanya sangat enak itu, terkadang hanya sisa-sisa makanan yang dapat mereka berikan, tetapi aku tetap tahu sopan santun dan berterima kasih kepada mereka yang berbaik hati membagikan makanannya kepada kucing jalanan sepertiku.

Namun, seperti yang aku bilang tadi, hidupku bisa dibilang tak selalu menyenangkan. Seperti saat aku mengeong pada seorang lelaki yang sedang memajang daging-daging yang terlihat lezat, dia malah menyiramku dengan seember air, untung saja aku yang gesit ini dapat segera menghindar dan pergi. 

Atau dilain waktu ketika aku menghampiri seorang wanita tua yang sedang menyapu, dia malah mengacungkan sapunya sembari sesekali berusaha mendaratkan sapu tersebut ke punggungku. Sekali lagi aku yang gesit ini dapat menghindar setiap pukulannya yang membabi buta itu.

Kesampingkan soal keseharianku mencari makan, ada hal lain selain kegesitanku yang menjadi kebaganggan tersendiri sebagai makhluk yang tak memiliki tempat tinggal. Aku sudah pernah melihat berbagai macam kepergian. Mulai dari yang tiba-tiba tak bergerak karena penyakitnya hingga yang paling sering kulihat adalah tertabrak kendaraan yang melaju cepat. Aku sering kebingungan kenapa mereka tak bisa menghindar. 

Hingga ketika aku akan menyebrangi jalan, datang mobil yang sangat cepat menuju ke arahku, dengan gesit aku berhasil menghindar tetapi aku gagal menyadari keberadaan mobil lainnya. Aku merasa tubuhku terpental, rasa sakit menyebar ke seluruh tubuh. Namun anehnya seketika sakit itu hilang dan aku dapat bergerak bebas. Aku kembali berjalan sembari kebingungan karena tidak merasakan perutku keroncongan, tiba-tiba saja muncul seseorang yang mengenakan jubah hitam dihadapanku. Aku mendongak dan mengajaknya bicara.

"Kau tahu, aku bangga memiliki tubuh yang gesit, ini membuatku dapat menghindar dari segala malapetaka."

Siapa sangka sosok itu membalasnya, "Kau gagal menghindar mobil tadi," dengan rasa malu aku berusaha mengelak, "I-itu karena aku tak melihatnya..." Sadar bahwa sikapku kini lebih memalukan, aku menunduk menatap kaki depanku yang terlihat baik-baik saja, "Kau benar, sekarang aku tak bisa lagi membanggakan tubuh gesitku."

"Tetapi aku masih memiliki kebanggaan lain!" Dengan semangat aku kembali mendongak menatap sosok misterius itu yang diam seolah menungguku menyebutkan kebangganku yang lain, "Aku sudah banyak melihat berbagai kepergian," lagi-lagi sosok itu menjawab dengan suara datar, "Aku sudah melihatnya lebih banyak dari yang kau tahu."

Dengan rasa tak mau kalah, aku mulai menyebutkan berbagai macam kepergian yang pernah kulihat, dan dengan datar sosok itu menjawab bahwa ia sudah pernah melihatnya. Dengan frustrasi aku pun berkata, "Hanya karena kau sudah melihat semuanya, bukan berarti aku kalah."

Sosok itu menatapku lama, aku pun berusaha melakukan hal yang sama walaupun dibalik tudung itu aku tak dapat melihat wajah atau sesuatu yang menyerupainya.

"Aku pernah melihat sesuatu yang tak pernah kau lihat."

"Oh, ya? Dan apakah itu?"

"Kepergianmu."

Aku terdiam. Curang sekali dia, bahkan aku sendiri pun belum pernah melihatnya.

Komentar