Kau Sudah Punya Satu

“Aku bermimpi.”

“Mimpi tentang apa?”

“Tentang diriku yang lain.”

“Dirimu yang lain? Mau kau ceritakan?”

“Aku menjadi diriku yang lain, ceria, lebih berani, senang berinteraksi dengan orang lain, menjadi seseorang yang populer.”

“Apakah kau senang di mimpi itu?”

“Ya, sangat. Aku menikmatinya, menjadi pusat perhatian tanpa perlu memikirkan tangan yang gemetar atau detak jantung yang tak beraturan. Rasanya menyenangkan dan spesial.”

“Kau yang berada di depanku pun terlihat menyenangkan dan spesial.”

“Kau tak perlu berusaha menyenangkanku.”

“Aku tidak sedang menyenangkan siapa pun. Hanya berkata apa yang menurutku perlu ku katakan.”

“…Terima kasih, tetapi rasanya aku tak seperti diriku yang berada di dalam pikiranmu.”

“Bagaimana kau yakin?”

“Aku seseorang yang membosankan, tak banyak bicara, pemalu, selalu berpikir berlebihan, mencemaskan segala hal, egois, rasanya tak akan ada habisnya aku menyebutkan semua kekuranganku. Aku yakin saat ini pun kau bosan mendengar keluhanku.”

“Kau salah.”

“Salah?”

“Ya, aku menikmati suaramu yang lesu tetapi terdengar tenang, aku menikmati ekspresi yang kau buat saat mengungkapkan sesuatu dan gerakan tangan untuk mendukung ucapanmu, aku merasa senang hanya dengan berada di dekatmu.”

“Mau sampai kapan kau memujiku?”

“Sampai kau melihat dirimu seutuhnya. Tak hanya dirimu yang memiliki banyak kekurangan. Namun juga dirimu yang memikiki segudang kelebihan, kelebihan yang terkadang hanya bisa dilihat oleh orang lain.”

“Lalu bagaimana aku bisa tahu, jika tak bisa melihatnya?”

“Maka dari itu kau membutuhkan seseorang di sekitarmu, yang dapat menunjukkan dirimu yang tak bisa kau lihat, yang mempercayaimu bahkan ketika dirimu sendiri tak percaya.”

“Siapa?”

“Kau sudah punya satu disini.”

Komentar