Postingan

Berkemah

Gambar
'Hah... segar sekali udaranya,' dengan perasaan bahagia aku membiarkan kepalaku keluar jendela mobil  yang dikendarai kakakku sembari menikmati angin yang membelai wajah dengan nyamannya. Mobil terus melaju membawa kami kepada suatu wilayah di hutan, benar, kami berencana untuk berkemah sebagai hadiah kepada diri karena telah bekerja keras. Mataku terus memandang berbagai pohon dan segala keindahan yang diberikan sepanjang perjalanan, ketika mobil berhenti mataku langsung menemukan keluarga kecil yang terdiri atas sepasang suami istri beserta anak lelakinya yang kuyakin belum berumur 3 tahun. Sama seperti kami, mereka pun baru saja sampai dan sedang mempersiapkan diri untuk memilih tempat berkemah. "Ayo, kita juga mengambil barang bawaan dan mencari tempat juga," dengan bersemangat kami membawa tas dan peralatan lainnya dari mobil, aku melangkah santai di samping kakakku yang lebih banyak membawa beban untuk perkemahan nanti, memang dia lelaki yang dapat diuntungkan t

Olive Branch

Gambar
  Kenapa kita terus berbeda? Berbeda pendapat, Berbeda keinginan, Berbeda alasan, Padahal berada dalam tubuh yang sama. Sulitkah untuk saling mendengarkan? Mendengarkan kedua pendapat, Mendengarkan keinginan masing-masing, Mendengarkan alasan yang diberikan, Bukankah dengan begitu akan lebih mudah? Kuberikan olive branch. Agar kita dapat saling berdamai. Tak lagi bersitegang dalam diri. Dapat terus menjalani hidup bersama. Karena kita akan terus terikat satu sama lain.

Tak Akan Diusir

Gambar
Aku menatap angka dalam lift yang perlahan naik, 10...11...12...ting! 'Ah, ini lantaiku,' dengan langkah gontai aku berusaha berjalan keluar sembari memapah temanku yang bahkan kesulitan untuk berdiri sendiri, padahal disana aku hanya meminum 2 gelas vodka karena aku tahu harus menyetir, tetapi kenapa sulit untuk tetap berjalan lurus? Apakah ini yang mereka namakan sudah bertambah tua? Kami berdua terus berjalan sembari berusaha menguatkan kesadaran masing-masing, akan sulit jika salah satu dari kami ambruk lebih dulu sebelum mencapai tempat tinggal, "Apa sudah sampai?" Dengan malas aku melirik pemilik suara husky  itu, mata terbuka dan tertutup tanpa berniat memperhatikan jalan sembari kepalanya yang terkadang terayun-ayun seakan tiada tenaga yang tersisa untuk lehernya. Helaan napas lolos dengan mudahnya sembari memperbaiki pegangannya padaku, sebelum menjawab bola mataku telah menangkap fire alarm  yang selalu kujadikan tanda bahwa sebentar lagi kami sampai di kama

Trembesi

Gambar
  "Kau lemah sekali, masa lari segini saja tidak bisa," "Payah sekali kau, pantas saja ibumu menelantarkan kau," Dua bocah itu tertawa riang menatap seorang anak lelaki yang baru saja sampai di hadapan mereka, mukanya merah ditambah pundaknya yang terus bergerak keatas dan kebawah membuat bocah tersebut semakin terlihat menyedihkan, tubuh kecilnya berusaha terus berdiri dan perlahan mendekati kedua anak yang masih asik tertawa. "Ibu tidak menelantarkan aku!" Tawa itu sempat terhenti ketika bocah kecil itu, Aditya, mengeluarkan teriakannya yang lengking, baik Hadyan dan David hanya berpandangan sebelum akhirnya semakin tertawa keras seakan baru saja melihat hal terlucu di dunia, dengan susah payah Hadyan mengambil napas sebelum kembali menghadap Aditya, "Kau bodoh ya, jelas-jelas ibumu pergi tengah malam bersama seorang pria tua, mamaku yang melihat sendiri ketika ibumu naik mobil bersamanya dan tak pernah kembali." "Apalagi," tambah Dav

Jika saja...

Gambar
Periode itu kembali datang, membuat sekujur tubuhku terasa panas, aku dapat merasakan cairan yang terus mengalir dari bawah tubuhku, selama beberapa saat aku bergelung diantara bantal-bantal tanpa berniat membuka mata hingga ketika indra ku menangkap suara lembut seorang wanita. Ia perlahan duduk di kasur tempatku berada, membelaiku dengan rasa sayang yang juga menenangkan, perlahan aku membuka mata dan mendapati Ibu berada disana dengan raut wajahnya yang tersenyum lembut. Senyuman itu sungguh lembut hingga orang lain yang melihatnya akan mengira ia tidak mengerti apa yang anak sulungnya rasakan, tetapi aku tahu bahwa ia sedang khawatir dengan keadaanku saat ini, kurasakan belaian yang terus ia berikan di pelipisku yang telah basah oleh keringat, dengan lemah aku tersenyum kepadanya, "Aku hanya sedang heat bu, jangan khawatirkan aku, tetap pergilah berlibur bersama ayah dan Ai- chan ." Aku melihatnya menggeleng kepala, kini ia tak lagi tersenyum, topeng yang ia kenakan kini

Tuan yang Malas

Gambar
"Pelayan, ambilkan aku kue yang kemarin kuminta kau belikan!" Baik. "Pelayan, paket yang kupesan sudah datang, petugas menaruhnya di depan pintu!" Baik. "Pelayan, aku bosan dengan film ini, ganti dengan yang lain!" Cukup, "Maaf tuan, bukankah remote  tersebut berada di meja? Anda hanya perlu berdiri dan menjangkaunya tanpa harus memanggil saya," aku tahu tidaklah sopan menentang perintah dari majikan, tetapi bukankah ini sudah cukup keterlaluan? Aku semata-mata di pekerjakan agar ia dapat terus berada di sofa favoritnya tanpa perlu mengangkat pantatnya sedikit pun. Namun, berbanding terbalik dengan mulut yang dengan lancang melontarkan penolakan, mataku terus melihat kebawah seolah menolak melihat kemarahan seperti apa yang akanku terima. Benar saja tak lama tuan berteriak dengan begitu kerasnya, "APA MAKSUDMU ITU?! KAU HANYA PELAYAN! LAKUKAN SAJA YANG KUSURUH!" Aku menciut, aku tahu itu, maka dengan susah payah aku lontarkan permintaan

Ruang Bawah Tanah

Gambar
    Jam dinding telah menunjukkan pukul 17.00 ketika sang owner mulai memasang papan sambutan di depan pintu sebuah bar bergaya minimalis dengan ornamen kayu yang terletak tak jauh dari pedesaan kecil. Bar kecil yang terdiri dari ruangan utama dan ruang bawah tanah itu telah bertahan puluhan tahun hingga akhirnya sang owner yang telah dipenuhi kerutan memutuskan bahwa bar lokal ini telah menemui hari akhirnya.     Ia sedang membersihkan meja ketika lonceng yang berada diatas pintu berbunyi, "Oh, selamat dat--," derap kaki yang tergesa-gesa menghentikan ucapan owner, dengan alis miring keatas serta mata lebar yang sibuk melirik kanan dan kiri ia terus melangkah mendekat, "Tolong- huh, akan dibunuh--" keringat terus mengalir kala lelaki tersebut terus membiarkan kalimat terus keluar tak teratur dari mulutnya.      "Tenanglah dulu, akan dibunuh? Ap-apa maksudmu?" Kerutan didahinya semakin terlihat tatkala ia berusaha menenangkan lelaki asing yang bahkan tak b